Senin, 30 Maret 2009

M.Ali Akbar

Nama ini sangat mempunyai makna dalam perjalanan hidup saya.
Dia adalah sahabat lama ketika saya masih SMA dan begitupun sampai saya kuliah, kami satu SMA, tetapi dia adik tingkat, saya kelas Fisika, dan dia kelas Biologi. Dia salah satu sosok anak Ende yang begitu banyak memberi influence yang sangat baik terhadap perkembangan pribadi saya. Kami sangat berteman baik, pertemanan kami sangat mencitrakan keadaan Ende dimana warga Muslim dan warga Kristen/Katolik sangat erat persaudaraannya.
Selama masa itu, hanya dia satu- satu sahabat saya yang sangat nyambung ketika mengobrol atau berbicara kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam tanpa kami sadari dan tanpa diselimuti kebosanan, dengan topik mulai dari yang sifatnya pribadi, politik, dunia kerja, sampai yang universal ataupun membahas tentang Ende yang kita cintai. Itu sangat saya nikmati selama pertemanan kami, menurut saya dia luar biasa berbakat.
Mungkin dia satu-satunya ketua Senat ITN Malang yang asli Flores kala itu , dengan segala aktifitas-nya , tetapi yang jelas, dia sangat memberi saya inspirasi, bahwa walaupun asal dari kampung, yang mungkin dipandang sebelah mata, tetapi tidak menjadikan batu sandungan bahwa kamu bisa lebih hebat dari anak-anak Jawa. Jiwa politik dan jiwa sosial-nya luar biasa, sangat berbeda dengan kebanyakan anak Ende atau teman lain yang pernah saya kenal.
Hampir 5 tahun kami tidak pernah kontak baik via email, telpon apalagi bertemu, sayapun mulai kehilangan jejaknya dan diapun kehilangan jejak saya. Ketika saya pulang ke Ende, akhir tahun lalu, sayapun tidak menjumpai dia di sana, dan saya tidak tahu jelas dia ada dimana ? Masih di Malang, Jakarta atau di sesuatu tempat yang saya tidak tahu pasti. Tetapi ada keyakinan dalam hati saya bahwa suatu saat saya pasti akan bertemu dengan dia, dalam situasi apapun.
Semua itu terjawab, ketika Minggu, 29 Maret 2009, dia menelpon saya, terima kasih untuk sahabat saya juga Hasyim, yang telah memberikan nomor telpon saya ke dia. Suaranya masih terdengar sama, banyolan serta supportnya buat saya masih sama seperti yang dulu, dia pun menceritakan bahwa dia sudah berkeluarga, istrinya asli Ambon, punya anak, Aghil, umur 2 tahun. Saya bahagia sekali mengetahui bahwa hidupnya juga penuh dengan kebahagiaan. Kita pun mulai bercerita dan bernostalgia tentang masa SMU dan masa kuliah, pembicaraan via telpon yang cukup lama, kemudian diakhiri dengan suatu komitmen " Keep In Touch".
Sekali lagi, bahwa ketika kita sama-sama membangun sebuah persahabatan dengan ikhlas dan tulus, maka nilai dan wujudnya tidak akan pernah lekang oleh waktu. Dan itu dibuktikan oleh persahabatan kami, saya dan Ali.
Thank you so much, M. Ali Akbar, kamu begitu banyak memberikan inspirasi kepada saya, tanpa kamu sadari. I had a great journey with you.
Semoga semesta berbahagia.

Pernik - pernik Hidup

Ketika saya tidak disibukkan oleh "office thing", ya karena dua bulan belakangan ini, kalender di rumah saya sepertinya warna tanggalan semua hitam, cukup lega ketika tanggal merah kembali punya fungsi, maka saya gunakan hari Minggu ( March, 29th, 2009) untuk membongkar semua pernik-pernik fisik dalam hidup saya yang begitu melekat dengan saya, baju-baju lama, majalah favorit saya "Cosmopolitan", Mingguan "Nyata". Diantara itu saya juga mulai menata buku-buku yang sudah cukup lama tidak saya sentuh, saya memiliki kebiasaan menyimpan hal-hal tersebut secara menyeluruh dengan angan-angan kosong bahwa suatu saat saya akan menyortir-nya, membaca-nya, meng-klipingnya, atau memilah baju mana yang layak dan mana yang tidak dengan dalih suatu saat saya akan membutuhkan dan menyukai, dan tentu saja hal itu tidak akan pernah terjadi. Semua saudara saya, ataupun cowok saya tahu bahwa itu adalah "harta karun" yang tidak boleh disentuh, ataupun dipindahkan.
Hari Minggu ini saya gunakan untuk menyingkirkan, butuh waktu cukup lama, menimbang-nimbang tiap item tersebut mana yang tetap tinggal dan mana yang langsung masuk tong sampah atau jual ke tukang loak.
Cukup lama saya membereskan hal ini, dan begitu selesai, wah rasanya lega sekali, seperti ribuan kilo beban yang diangkat dari pundak saya. Kesibukan ini cukup menginspirasi saya untuk lebih jauh berpikir, bagaimana dengan proyek-proyek masa lalu, ataupun bawaan-bawaan yang bersifat non fisik, yang begitu melekat dan masih saya seret-seret ke mana-mana. Trauma masa lalu, perasaan kehilangan, kenangan yang pahit dan manis, kemarahan, kenyerian, ataupun kepedihan. Hal-hal ini yang begitu kuat saya cengkram, yang seringkali saya tidak ingat apakah saya memilikinya namun masih saya simpan, sehingga ketika secara tidak sengaja saya menemukan kembali saya pun merasa seperti sebagian dari diri saya menguap apabila saya kehilangan mereka. Saya mulai kecanduan, saya menjadi terperangkap dan tidak bisa bergerak maju dan bertanya-tanya mengapa hidup saya begitu melelahkan.
Melelahkan karena saya begitu kuat mencengkram, analoginya tangan yang terkepal dengan memegang sehelai tissue tentu lebih ringan ketika tangan itu saya buka kemudian membiarkan tissue lepas dari kepalan tangan saya.
Mungkin ini menerangkan mengapa saya begitu lega, begitu ringan ketika saya melepaskan dan menyikirkan sebagian isi lemari dan tumpukan majalah saya. Sepertinya saya harus membuang lebih banyak lagi.
Semoga semesta berbahagia.

Sabtu, 28 Maret 2009

Metamorfosa Persahabatan







Dalam blog ini saya pernah menulis tentang 'persahabatan", saya memang punya banyak teman, tetapi yang menjadi sahabat dekat hanya beberapa orang, tidak lebih dari angka 2. Saya pun tidak mudah dekat dengan orang baru ataupun orang yang sudah lama saya kenal, karena kebanyakan orang yang saya kenal selalu melihat saya dari kulit luar. Dan kemudian mereka mulai menilai, mencitrakan saya sesuai dengan penilaian mereka tanpa mereka tahu dan mengenal saya dengan baik. Menurut saya sahabat sejati adalah sahabat yang selalu ada kala bahagia, dan duka, bahkan kala krisis diri melanda, dia dengan setia menjadi teman berbagi, pendengar yang baik, pembicara yang baik, sekaligus penilai yang baik. Dan sahabat selalu memberi influence positif kepada saya.

Sahabat tidak akan lekang oleh waktu, tempat serta jarak, dia akan selalu menjadi sahabat. Metamorfosa seorang sahabat dari yang tidak mungkin menjadi mungkin, dari yang tidak ada menjadi ada. Sahabat juga setia merunut waktu bersama.
Yeti Partiningrum, you always be my best friend, and so do I for you.
I have great journey with you.
Being my best friend, when we both have a good time or bad time.
Semoga semesta berbahagia.



Kamis, 26 Maret 2009

Nilai Memberi


Saya me"NYEPI" di kantor, dengan tumpukan deadline, perjalanan dengan bus kota menuju kantor pagi ini, terasa berbeda, ketika seorang laki-laki muda, umur kira-kira 23 tahun, berdiri di tengah bus kota yang saya tumpangi dan mulai ngoceh untuk mendapat belas kasihan dari penumpang bus.
Mengaku sebagai penderita HIV/AIDS, mukanya berdarah, kaki terseok-seok, memberi hormat kepada penumpang bus dengan mencium lantai bus, dan mulai "ceramah" tentang sebuah nilai kehidupan. Drama ini akhirnya berakhir ketika laki-laki muda itu mulai mengitari para penumpang termasuk saya dengan topi lusuhnya, saya pun menaruh uang receh ke dalam topi lusuhnya.
Ketika laki-laki muda itu mulai jauh dari pandangan mata saya, yang terpikirkan oleh saya adalah bahwa mungkin saja dia adalah pengidap HIV /AIDS ataupun semua itu hanya bualannya saja, seorang bapak yang duduk di samping saya pun mulai memberi komentar " ah itu hanya tipuan dia saja!" Bagi saya itu tidaklah penting. Tetapi pesan yang kemudian menjadi renungan saya bahwa "memberi itu harusnya tanpa melihat sebab dan akibat", dan tetap saya harus menjunjung tinggi nilai dari pemberian dengan ketulusan. Toh uang 500 perak tidak membuat saya menjadi bangkrut ketika saya berikan kepadanya. Seringkali dalam sekali perjalanan dengan bus kota bisa 3 pengamen atau pengemis meminta belas kasihan penumpang. Sejatinya tidak ada manusia yang mau menjadi pengemis ataupun pengamen.
Proses pe"NYEPI"an saya hari ini, adalah saya belajar bagaimana memberi tanpa melihat sebab dan akibat, karena memberi maknanya tetap memberi dan nilai dari pemberian adalah sebuah ketulusan.

Semoga semesta berbahagia.
Terima kasih untuk perjalanan hari ini.

Senin, 23 Maret 2009

Happy Birthday Tata


^^^ Happy Birthday on March 23th 2009 ^^^
Bernardus Bala Tukan
Semoga tambah sukses, tambah kurus, tambah ganteng.
Sehat selalu yach tata-ku, itu yang paling utama, aku berdoa pagi ini untuk kesehatan dan kebahagiaan tata , bersama keluarga kecilmu, Dewi dan Billie merenda bahagia.
........Kusimpan simpul senyummu di lipatan hatiku, supaya tak seorangpun tahu ku selalu merindukanmu. Kubingkai bening matamu di lekuk dadaku, supaya tak seorangpun tahu ku mengagumimu. Karena kita tak mungkin bersama. ...............

Kamis, 19 Maret 2009

Bahagiaku

Bahagiaku ketika mencium aroma tanah pada saat hujan
Bahagiaku ketika mencium aroma bayi
Bahagiaku ketika melihat nuansa langit senja
Bahagiaku ketika melihat binar mata kanak-kanak
Bahagiaku ketika mendengar lagu Glenn Friedly
Bahagiaku ketika mendengar gemuruh ombak
Bahagiaku ketika memegang sampul buku baru
Bahagiaku ketika minum coklat panas
Bahagiaku ketika makan pisang goreng
Bahagiaku ketika banyak orang disekelilingku bisa bahagia karena aku bahagia.
Semoga semesta berbahagia.

Selasa, 17 Maret 2009

Label Hidup

Apa arti dari label?
Sepanjang hidup, kita tak henti-hentinya menempelkan label. Karena tiada henti kita bergelut. Tiada henti bergulat. Kita bergumul menghindari luka dan kesedihan, berusaha keras mempertahankan kebahagiaan dan kesenangan. Dan semua akan berlalu pada waktunya.
Barangkali, itu juga yang terjadi pada kehidupan dan segala sesuatu di dalamnya. Tidak ada yang baik, buruk, benar, atau salah, kendati kita tak henti-hentinya berusaha melekatkan label pada semua yang kita lihat, alami, dan rasakan. Kita menarik garis berdasarkan citra tentang baik-buruk-benar-salah, dan berupaya meniti garis tersebut dengan harapan hidup akan memberikan yang terbaik bagi kita. Kendati demikian, hidup adalah sungai. Ia hanya mengalirkan apa yang ‘dititipkan’ kepadanya, seada-adanya. Dan seringkali, ‘yang terbaik’ yang dijatahkan hidup tidak sesuai dengan ‘yang terbaik’ versi kita sendiri. Barangkali itu sebabnya kita menderita.
Saya lebih senang jika label yang saya lekatkan menjadi "yang terbaik" entah itu luka, entah itu kesedihan, ataupun kebahagiaan. Proses yang terbaik adalah dengan saya belajar menerima semua dengan kesabaran dan kesadaran. Sebuah perpisahan yang indah ketika saya bisa menerima perpisahan tersebut dengan "sadar". Sebuah kemarahan yang baik ketika kemarahan itu saya terima dengan "sadar", tidak terpancing secara emosi, tetapi terpancing untuk berpikir sabar.
Hidup memang seperti aliran sungai yang kemudian bermuara ke laut. Kadang hidup tidak hanya menuruti label yang kita berikan, karena tanpa label hidup tetap punya makna, ketika pikiran saya berhenti untuk menilai maka sayapun bisa memaknai hidup. Hidup adalah proses belajar, tanpa label yang selalu kita lekatkan, toh semua ada akhirnya. Sehingga kitapun tidak bisa melewati sebuah perpisahan bahkan sebuah kematian.
Saya masih saja dengan banyak pertanyaan dan masih terus berusaha untuk lebih bersabar dalam kesadaran saya.
Semoga semesta berbahagia.

Sabtu, 07 Maret 2009

Rina, Single and High Heels

Beberapa hari ini kantor saya kedatangan kepala cabang kami yang di Medan, Rina , asli Batak, dan off course seisi kantor dibikin heboh dengan kedatangannya. Ceritanya selalu bisa membuat semua bisa tertawa , dengan dialek Batak yang asyiik, saya pun kalau sudah dekat-dekat dengan dia selalu terbawa dengan dialek Bataknya, yang menurut saya sangat energik. Saya selalu memanggil dia dengan "anak gila".Cukup menghibur karena beberapa hari ini departemen yang saya pimpin lagi menjadi pusat perhatian "Big B" dan membuat saya sedikit stress.
Tidak banyak yang berubah dari seorang Rina, masih single dan penggila high heels. Kehidupan "single" selalu punya cerita, Rina punya kekasih dan hubungan mereka sudah berjalan 4 tahun lebih, dan karena beberapa pertimbangan "Batak" sehingga oleh Mamanya belum diberikan restu. Saking tidak diberikan restu oleh ibunya, jika Rina nekat menikahi pria tersebut Mamanya bilang, berarti "kau buat aku mati", apalagi Mamanya punya sakit jantung. Rina harus hunting lagi pria-pria Batak yang pastinya akan dapat restu dari Mamanya. ~D:
Rina juga sangat menyukai high heels, walaupun jalannya menurut pengamatan saya sudah semakin susah karena 12 cm atau 17 cm high heels yang dipakainya. Rina bilang bisa karena terbiasa. Saya off course tidak bisa karena tidak terbiasa.
Being single adalah pilihan, seperti memakai high heels, efek samping yang buruk juga kesenangan/keindahan sama-sama dinikmati.
Semoga semua semesta berbahagia.