Kamis, 26 Maret 2009

Nilai Memberi


Saya me"NYEPI" di kantor, dengan tumpukan deadline, perjalanan dengan bus kota menuju kantor pagi ini, terasa berbeda, ketika seorang laki-laki muda, umur kira-kira 23 tahun, berdiri di tengah bus kota yang saya tumpangi dan mulai ngoceh untuk mendapat belas kasihan dari penumpang bus.
Mengaku sebagai penderita HIV/AIDS, mukanya berdarah, kaki terseok-seok, memberi hormat kepada penumpang bus dengan mencium lantai bus, dan mulai "ceramah" tentang sebuah nilai kehidupan. Drama ini akhirnya berakhir ketika laki-laki muda itu mulai mengitari para penumpang termasuk saya dengan topi lusuhnya, saya pun menaruh uang receh ke dalam topi lusuhnya.
Ketika laki-laki muda itu mulai jauh dari pandangan mata saya, yang terpikirkan oleh saya adalah bahwa mungkin saja dia adalah pengidap HIV /AIDS ataupun semua itu hanya bualannya saja, seorang bapak yang duduk di samping saya pun mulai memberi komentar " ah itu hanya tipuan dia saja!" Bagi saya itu tidaklah penting. Tetapi pesan yang kemudian menjadi renungan saya bahwa "memberi itu harusnya tanpa melihat sebab dan akibat", dan tetap saya harus menjunjung tinggi nilai dari pemberian dengan ketulusan. Toh uang 500 perak tidak membuat saya menjadi bangkrut ketika saya berikan kepadanya. Seringkali dalam sekali perjalanan dengan bus kota bisa 3 pengamen atau pengemis meminta belas kasihan penumpang. Sejatinya tidak ada manusia yang mau menjadi pengemis ataupun pengamen.
Proses pe"NYEPI"an saya hari ini, adalah saya belajar bagaimana memberi tanpa melihat sebab dan akibat, karena memberi maknanya tetap memberi dan nilai dari pemberian adalah sebuah ketulusan.

Semoga semesta berbahagia.
Terima kasih untuk perjalanan hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar