Selasa, 30 Maret 2010

Partisipasi kecil-ku


Beberapa hari sebelumnya saya sudah mulai diingatkan lewat iklan di tv, tentang "Earth Hour" Sabtu, 27 Maret 2010. Tahun lalu, saya telat untuk ambil bagian dalam kegiatan "mematikan lampu", telat mengerti, telat informasi, dan saya juga baru ngeh beberapa hari setelah saya membaca blog favorit saya Dee Idea. Sejak saat itu saya bertekad tidak akan melewatkan moment ini, tahun depan, dan berjanji akan menjadi kalender tahunan di rumah saya.

Jumad, 26 Maret 2010, kebiasaan ke pasar tradisonal pada pagi hari, guna membeli sayuran atau ikan segar tidak saya lakukan, berhubung kulkas akan saya bersihkan sehingga tidak perlu repot untuk mengisi. Saya siap dan bertekad baja untuk ambil bagian dari kegiatan peduli ini.
Sabtu, 27 Maret 2010, sepulang kerja, sebisa mungkin saya menyelesaikan aktifitas yang berhubungan dengan kebutuhan akan listrik, praktis beberapa jam sebelum waktunya, saya benar-benar siap. Satu jam, sebelum pukul 20:30, saya sudah makan malam, mie goreng ala Katrin yummy karena pake omlet putih telur, sendiri, karena Mon juga setiap malam minggu mempunyai aktifitas menyangkut hobby, hampir setiap malam minggu saya pasti melaluinya sendiri, di rumah, nonton film favorit di dvd, atau membaca novel. Selesai makan, saya langsung mencuci piring kotor, dan kemudian siap-siap diri di kamar.
Pukul 20:30, saya mulai mematikan semua lampu, mencabut semua kabel sambungan ke stop kontak, kulkas mati, AC pun mati, tv mati, lampu padam, dispenser tidak lupa saya matikan. Gelap, sunyi, hanya terdengar langkah kaki beberapa anak kecil yang berlari kecil di depan gang, atau teriakan sorak-sorai anak-anak yang sedang bermain. Saya terdiam dan duduk dalam gelap di kamar, terasa ada hembusan angin dari daun jendela yang saya buka. Dua puluh menit terlewati , saya terdiam dalam sunyi, selanjutnya saya rebahan, tidak lupa saya siapkan alarm bunyi , pukul 21:30. Tidur .

Tidak banyak memang warga di lingkungan tempat tinggal saya yang tahu tentang hal ini, apalagi komunitas pekerja kelas bawah, yang mungkin sudah sulit memikirkan tentang isi perut. Saya juga melihat beberapa tetangga tetap melakukan aktifitas normal, tanpa memusingkan kenapa seisi rumah saya yang gelap gulita padahal penghuninya beberapa jam yang lalu baru pulang dari kantor. Gerakan sederhana ini memang belum banyak dimengerti oleh kebanyakan komunitas warga kelas dua. Tetapi saya setuju dengan tulisan Dee, bahwa gerakan sederhana ternyata bisa dimobilisasi di satu muka bumi , yang nota bene penuh carut marut ekspolitasi besar-besaran sumber daya alam. Kita ditantang kesanggupan kita untuk melepaskan diri dari ketergantungan akan listrik selama se-jam.

Alarm pun berbunyi, tak terasa satu jam telah lewat, pukul 21:30, saya terbangun tanpa merasa sudah sejam, tanpa merasa sekitar 35 menit saya ketiduran. Saya bangun, dengan bantuan, terangnya cahaya hand-phone, kemudian turun, untuk mulai menyalakan lampu, menyalakan kulkas, dispenser. TV pun tidak luput saya hidupkan kembali. Saya sempat menyaksikan kegiatan yang sama di lakukan oleh beberapa komunitas peduli lingkungan di Monas dari salah satu siaran tv favorit saya. Setidaknya kesadaran dan partisipasi masyarakat tahun ini lebih baik dari tahun lalu, info salah satu penyiar wanita di tv.

Bahagia, ringan, itu yang saya rasakan. Bahwa dengan komitmen ini, saya berpatisipasi walau kecil tapi bernilai besar. Semuanya hanya untuk "kakek BUMI" yang sudah semakin renta.
(Gambar dipinjam dari Getty Images)


Semoga semesta berbahagia