Selasa, 25 Agustus 2009

In Lighthing

Saya mungkin bukan satu-satunya penghuni planet yang tidak menyadari tentang perubahaan. Ketika saya bertemu dengannya belasan tahun yang lalu, kemudian jatuh cinta setengah mati ataupun bertumbuh bersama, dilahirkan dari rahim yang sama, dan selalu melihat sebagai manusia yang sama. Menyadari bahwa saya ataupun dia selalu berjalan dalam iring-iringan hidup. Dan kemudian tanpa disadari bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah perubahaan. Semua berubah, waktu berubah, manusia berubah, energi berubah. Kemungkinan paling besar apa sehingga saya berhak atas setiap substansi yang coba saya bangun sendiri? Bagaimana saya bisa begitu angkuh bahawa dia yang begitu saya cintai setengah mati tidak akan berubah, atau bahwa dia yang dilahirkan dari rahim yang sama dengan saya juga tidak akan berubah. Mereka akan menjadi manusia yang selalu saya kenal sebagai malaikat. Yang selalu mendatangkan kebaikan. Pengharapan saya mungkin terlalu tinggi terhadap orang yang saya tahu persis dan yang pasti juga berevolusi, padahal tanpa saya sadari, sayapun tengah berevolusi.

Keretakan oleh ego. Pembentukan oleh ego yang mampukan kita menjadi manusia yang beradab. Pembenaran atas diri dan pengingkaran atas setiap kebahagiaan, kesedihan, kesuksesan serta kegagalan hanya akan membuat kita semakin melekat terhadap setiap perubahan itu sendiri. Semua itu bukan wujud yang tetap, dan bukan suatu kepastian. Bahagia bisa berubah, kesedihan pasti akan bergulir, kesuksesan akan berganti dan kegagalan tidak selamanya bercokol abadi, semua akan berganti, datang silih berganti. Sayapun berpikir bahwa setiap kebaikan dan keburukan pribadi pun tidak selamanya kekal. Lingkungan sering kali mengatakan "tabiat nya memang begitu, susah untuk berubah" ataupun saya pun sering kali mendengar "anaknya memang begitu, susah.." Kekerasan yang dibentuk oleh pemikiran dan pengingkaran atas sebuah evolusi yang tidak terjamah. Saya pun bukan tidak menyadari semua kekuatan, kelemahan yang saya miliki dan ataupun mengabaikan setiap kelebihan dan kekurangan saya, saya masih bergumul dan juga terus berperang sebagai sebuah perwujudan ego, walaupun setiap kali saya mencoba dengan sekuat tenaga dalam iman bahwa semua mampu saya lewati toh saya pun tetap tidak menemukan kesembuhan total. Kekuatan, kelemahan, positif atau negatif silih berganti,datang dan pergi.

Saya kemudian sadar, bahwa saya bukan orang yang kuat, sayapun masih memiliki banyak kelemahan, dimana saya masih dibatasi oleh keterbatasan saya. Dan harus saya sadari semua itu tidak ada yang abadi, sehingga saya harusnya lebih mampu menerima setiap petak perubahaan kemudian membiarkan mengalir dan mememuhi semua rongga, menghantarkan kelegaan, atau biarkan mengalir tanpa berusaha untuk dicegah, atau ditekan hanya untuk kapasitas ego pribadi. Artinya saya harus lebih membiarkan, menerimanya tanpa perlu memaksanya menjadi yang saya inginkan. Tanpa perlu melihat perbedaan konsep antara benar dan salah, putih dan hitam, dan atau penjelasan yang hanya untuk memuaskan ego. Bahwa tanpa saya sadari semua itu tidaklah penting, tidaklah penting melihat bagaimana perasaaan saya berkecamuk karena terus dipompa oleh pemikiran saya, bagaimana saya dan dia berada dalam pencapaian ini, atau bagaimana saya dengan adik saya bisa berada dalam pemisahan ini. Kami dibangun oleh pemikiran, bagaimana saya mencoba menghilangkan pemikiran karena ketidak sempurnaan. Karena hidup tidak lah sempurna, tetapi kesempurnaan adalah kehidupan. Sehingga tentu saya harus selalu berada dalam kesempurnaan itu, yang mana adalah sebuah kehidupan. Tidak penting lagi tentang pencapaian saya dan dia yang begitu saya cintai setengah mati, atau pemisahan saya dan adik yang begitu saya sayangi. Saya harus menerimanya sebagai kesempurnaan hidup saya, sehingga sebagaimana adanya kehidupan. Saya pun harus menerima adanya diri mereka dalam sebuah keutuhan.

Semoga semesta berbahagia.

For MAA, I'm sorry if we not have a great journey
For my little sister, you changed and I had live with it.


Senin, 10 Agustus 2009

I love you and happy birthday


Lima tahun lamanya kita berdua membangun kebersamaan dalam defenisi yang hanya mampu dimengerti oleh kita berdua. Komitment yang coba diselaraskan dengan isi hati, isi jiwa. Keselarasan yang mampu membuat seseorang memikul resiko dan konsekuensi dari keputusannya tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan penuh rasa syukur sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses. Keselarasan yang mampu membuat seseorang berani setia dan percaya, meski harapannya tidak kunjung terpenuhi dan tidak ada yang dapat dijadikan jaminan olehnya. Keselarasan yang mampu melampaui segala bentuk perbedaan, perselisihan dan pertengkaran. Ia tidak dapat dihancurkan oleh kekurangan, kelemahan maupun keterbatasan lahiriah… karena ketika kita berani mengikatkan diri dalam sebuah komitmen, kita telah ‘mati’ terhadap kepentingan diri sendiri.

Betapa pentingnya sebuah fondasi dalam kebersamaan, bersama dalam perjalanan iman. Kita telah lewati banyak : bahagia, duka, senang, sedih, keberhasilan, kegagalan dan semua itu mampu membawa kita sejauh ini, dalam emosi dan jiwa yang semakin mengerti. Saya belajar darimu, dan kamu juga belajar dariku. Proses menuju titik yang yang mengantar kita pada keabadian. Saya bersyukur selama lima tahun yang membawa kita hampir tidak pernah bertengkar, dan semoga terus akan seperti itu, karena kesabaran kamu, dan kejujuran aku, kita mampu mengatasinya dalam keterbukaan. Kita kaya akan perbedaan, beda dalam pemahaman yang sama itu lebih baik, seringkali saya bilang bahwa lebih banyak list yang membedakan kita maka semakin kaya kehidupan kita. Saya belajar merespond semua peristiwa yang kita hadapi, kamu belajar menganalisa setiap kejadian dan kita dipertemukan dalam "diam" yang sama. Tidak perlu kesimpulan untuk setiap respond dan analisa, saya menyebutnya hati yang lembut dan mau berubah, itu sudah cukup. Tidak perlu malu untuk sebuah maaf.

Saya dan kamu masih belajar, yang telah kita alami selama ini adalah pelajaran dan nilai yang mampu memberikan energi untuk saling mencintai, saling menerima.

Untuk waktu yang telah kita lewati dalam bahagianya rollercoster kehidupan, I love you
Untuk kesetiaan, cinta dan kepercayaan yang mampu menguatkan, Terima kasih.

So babe, I love you, and happy birthday.
Semoga semesta berbahagia

Sabtu, 08 Agustus 2009

Menjaga Sabar


Hpppfff..dari judulnya,,,jujur sudah "mengerikan" buat saya, yang terkenal bukan manusia yang sabaran dan sangat mudah naik darah, walau saya bukan orang yang suka berantem. Saya selalu kagum kepada orang yang bisa selalu menahan diri dalam menghadapi sesuatu yang tidak enak atau telah menyakitkan tanpa pernah terpancing untuk membalas, atau setidaknya teriak-teriak marah, untuk melampiaskan emosi. Dan satu hal yang paling membuat saya sangat cepat terbakar adalah jika saya merasa sudah melakukan hal yang terbaik, namun tindakan ini seringkali dianggap sepele, apalagi sering diembel-embeli dengan tuduhan tanpa sebuah pejelasan atau kronologis. Dan ini seringkali sangat mengganggu hubungan sosial saya.

Keikhlasan. Kutipan dari awal story ini saya ambil dari http://www.jennyjusuf.blogspot.com/ , sangat tidak mudah untuk bersikap ikhlas, n'rimo, apalagi kultur lingkungan dan budaya saya dibesarkan merupakan sebuah kehidupan yang keras dan susah, sehingga tidak mudah bagi saya untuk bisa n'rimo. Apalagi jika saya menemukan situasi dimana " saya dimanfaatkan atau ditekan" untuk sebuah situasi yang sudah sangat saya paham akan maksud dan tujuan, saya akan bisa sangat terbakar dan sulit buat saya untuk mengontrol kesadaran saya. Akhir-akhir ini saya sering terjebak dalam situasi yang sungguh sangat memancing emosi, baik di kantor, hubungan dengan kekasih saya, juga hubungan dengan sahabat-sahabat saya. Hubungan emosi antara atasan dan bawahan, atau antara pria dan wanita yang menjalin cinta, atapun hubungan pertemanan, tidak selalu bisa "aman". Jika boleh memilih saya tentu akan lebih senang jika semua fase yang saya lewati adalah fase yang "aman", tanpa hiruk-pikuk dan kebisingan emosi. Ego sebagai wanita, ego sebagai atasan, ego sebagai kekasih yang sangat dicintai, ego sebagai teman yang paling dibutuhkan...semua seperti jamur, yang harus saya hilangkan, saya cabut sampai ke akar-akarnya, dibuang dan segera untuk dilupakan, dan dijaga jangan pernah kembali.
Dan anehnya..setelah sekian kejadian tersebut saya selalu bisa menegur hati dan pikiran saya tentang "ketidaksabaran" dimana berakar dari ketidak-ikhlasan saya sendiri. Saya selalu bisa mendapat signal untuk setiap ketidaksabaran setelah kesadaran saya kembali. Masih jauh dari "keseimbangan" raga. Menjaga hati untuk selalu tetap "putih" bukan perkara gampang, seperti membalikkan telapak tangan. Berkali-kali saya terjebak ke dalam peristiwa yang membawa saya kepada " hitamnya" hati. Pergumulan yang dari hari ke hari saya coba untuk selalu memenangkan nya. Kadang saya bisa menang tetapi seringkali juga saya kalah. Dan pergumulan ini akan terus dan terus sepanjang sisa hidup, dan semoga saya bisa lebih banyak menang.

Saya berproses, dan tentu saja bukan mau menjadi sempurna, tetapi mau menjadi lebih baik dari kemarin, dimana selalu bisa menerima dan bersyukur. Ikhlas dalam maaf, dan tidak mudah terpancing dan berusaha selalu dan senantiasa tulus. Konsep yang sederhana. Ketika keberanian dan ketulusan melebur.
Semoga.
Dedicated : Monsany Sahureka, become my husband, and Yudy Limandjaja, friend, yang selalu bisa jadi rumah untuk banyak hati, untuk kesabaran yang tiada duanya.

Semoga semesta berbahagia.