Minggu, 23 Oktober 2011

'Ndeso

Saya penggila jalan-jalan, dan kegiatan jalan-jalan saya selalu ter-akomodir oleh tugas kantor. Kali ini untuk yang ketiga kalinya saya ke Batam, tentu saja yang paling bikin saya suka adalah setiap tugas "jalan-jalan" minimum waktu tinggal saya adalah 1 minggu. Herannya saya selalu kebagian jatah tugas luar kantor,  mungkin karena saya easy going, tidak neko-neko, alias di mana saja saya bisa survival. Jalan-jalan kali ini cukup menggelikan karena ke'ndesoan" saya yang membuat perut melilit.

Sore hari menjelang, banyak gerimis, fyi , cuaca Batam kalau bulan Oktober memang selalu labil. Dan tepat malam minggu, saya ke sebuah plaza keren di daerah down town Batam, Nagoya. Mampir ke tempat ini juga karena alasan 'ndeso, sudah seminggu  di Batam baju sehari-hari saya itu-itu saja. yang lihat sudah banyak protes, itu lagi, itu lagi. Kembali ke cerita saya, plaza ini lumayan keren dan ramai, parameter nya karena ada kafe J.Co itu menurut saya, dan ada tempat nongkrong dan kongkow lain yang cukup luas areanya.
Karena tujuan utama adalah mencari baju, maka saya pun tidak berputar-putar tak tentu arah, mencari baju pilihan adalah kegiatan pertama setibanya saya di plaza tersebut. Aha, ada Matahari Dept. Store saya bisa dapat kemeja dan kaos yang bisa buat ganti. Selesai kegiatan di Matahari, terlintas untuk masuk ke beberapa butik yang menjual baju luar (katanya,red), saya  akhirnya mampir di sebuah butik yang ramai pengunjung, ibu-ibu dan remaja putri, kelihatannya juga lagi bongkar dan pasang pakain, karena tampak tumpukan pakaian berserakan di mana-mana. Saya akhirnya memilih sebuah baju keren, mencari stempel harga, tetapi saya tidak menemukan harga di stempel merk baju tersebut. Ketika sedang bingung, lewatlah seorang pegawai toko, saya bertanya sambil tersenyum, ini gratis ya Mba, kok gak ada harga? Ekspresi wajah si Mbak lebih bengong dari pada wajah saya dan menatap geli balik, Lho kan sudah ada harga , itu tulisan angka 30. Saya diam. Angka 30, maksudnya kode gitu? Si Mba pasang  muka sebel, langsung nyelutuk, itu 30 dollar. Whaaaaat? 30 dollar dalam  US dollar. Hening.

Tidak butuh waktu lama saya kabur, sejauh-jauhnya. Bukan masalah saya tidak dapat meng-kurs-kan ke dalam rupiah, tapi apa perlu saya beli baju yang bisa saya temukan di Pasar Metro Tanah Abang, dengan harga yang lebih "masuk akal" , ya dalam Rupiah tentu saja.Saya tidak mau terlibat dalam hal yang  nampak bagi orang lain 'ndeso tapi bagi saya adalah pentingnya penghargaan atas Rupiah jauh lebih bernilai. Karena saya masih di Batam, Batam kan masih Indonesia  juga kan? 

Semoga semesta berbahagia
Gambar dipinjam dari sebuah situs, plaza yang sedang diceritakan.


Kamis, 20 Oktober 2011

Aku dan Imanku


Saya menjadi penganut Katolik karena warisan, seumur hidup belajar dan mencoba mengerti tentang warisan ini. Ke-katolikan saya layaknya sebuah grafik, atau lebih tepat gambaran sebuah gunung dan lembah yang berulang-ulang. Kadang saya bisa begitu "katolik", tetapi kadang pula saya begitu "jauh". Saya kemudian sadar menjadi penganut Katolik tidaklah mudah, apalagi jika dimensi warisan sudah menjadi pilihan.

Kesulitan yang saya alami, ketika sebuah pergolakan batin yang saya rasakan, atau lebih tepatnya timbulnya pertanyaan-pertanyaan beruntun, apa yang dicari dalam hidupmu? atau relasi seperti apa yang saya bentuk dengan Tuhan saya, dan sebagainya. Beberapa catatan sebagai orang Katolik yang kadang tidak saya mengerti, tapi berusaha saya selami. Membangkitkan sebuah ukuran dari iman saya, saya Katholik karena pilihan hidup saya atau karena warisan?

Perubahan pola ini mulai saya rasakan ketika, saya melakukan ziarah April 2011, di Larantuka, Flores Timur, di situ saya seperti disadarkan bahwa relasi itu akan mudah jika saya tidak perlu mencari-cari ruang di tempat lain. Jawaban-jawaban itu tidak perlu dicari, karena pertanyaan dan ruang itu adalah diri saya sendiri. "Rumah" itu ada dalam diri saya sendiri, tidak perlu mencari di tempat lain ketika ketenangan itu ada dalam diri saya sendiri. Ketika saya mengerti akan rumah, maka saya pun mengerti akan Tuhan.

Dalam doa sebelum tidur, atau doa di gereja, selalu banyak list dan tuntutan serta permintaan, seakan-akan tidak ada puasnya saya dengan apa yang ada, dan kecemasan saya semakin terlihat ketika semakin hari semakin panjang list dan tuntutan terhadap Tuhan. Saya seperti tambah bingung ketika banyak sekali yang saya inginkan, dan semakin kabur ketika saya semakin tidak mengerti apakah ini keinginan daging saya atau keinginan batin saya. Kebimbangan, kebingungan selalu ada dalam setiap doa.
Semua ini seperti dijawab , saya seperti ditempeleng oleh hembusan angin laut, ketika Sabtu itu, sehabis ziarah panjang, Pkl 05:00 pagi nampaklah sekelompok awan, yang membentuk malaikat, nampak jelas di hadapan saya, hanya bisa duduk terpaku, terdiam seribu bahasa, meyakinkan diri saya, bahwa tidak ada hal indah selain semua yang sudah dan sedang saya alami, datang, dan bisa hadir salam ziarah ini, pemandangan takjub ini, menyaksikan lukisan indah yang hanya terpampang di depan mata saya. Tidak lama, sekitaran 3 menit, tapi mampu merubah semua yang saya pikirkan, akan penghakiman, akan tuntutan, semua seakan lenyap, hilang, yang tertinggal hanya rasa syukur.

Tuhanku sederhana, se-sederhana saya mengucapkan doa saya. Tuhanku dekat sedekat saya memahami diri saya sendiri. Dan doa itu ,cukup hanya ucapan syukur dan terima kasih sudah melukiskan semua permintaan, list dan tuntutan.

Semoga semesta berbahagia
Gambar yang saya ambil ketika pagi ajaib itu.