Kamis, 20 Oktober 2011

Aku dan Imanku


Saya menjadi penganut Katolik karena warisan, seumur hidup belajar dan mencoba mengerti tentang warisan ini. Ke-katolikan saya layaknya sebuah grafik, atau lebih tepat gambaran sebuah gunung dan lembah yang berulang-ulang. Kadang saya bisa begitu "katolik", tetapi kadang pula saya begitu "jauh". Saya kemudian sadar menjadi penganut Katolik tidaklah mudah, apalagi jika dimensi warisan sudah menjadi pilihan.

Kesulitan yang saya alami, ketika sebuah pergolakan batin yang saya rasakan, atau lebih tepatnya timbulnya pertanyaan-pertanyaan beruntun, apa yang dicari dalam hidupmu? atau relasi seperti apa yang saya bentuk dengan Tuhan saya, dan sebagainya. Beberapa catatan sebagai orang Katolik yang kadang tidak saya mengerti, tapi berusaha saya selami. Membangkitkan sebuah ukuran dari iman saya, saya Katholik karena pilihan hidup saya atau karena warisan?

Perubahan pola ini mulai saya rasakan ketika, saya melakukan ziarah April 2011, di Larantuka, Flores Timur, di situ saya seperti disadarkan bahwa relasi itu akan mudah jika saya tidak perlu mencari-cari ruang di tempat lain. Jawaban-jawaban itu tidak perlu dicari, karena pertanyaan dan ruang itu adalah diri saya sendiri. "Rumah" itu ada dalam diri saya sendiri, tidak perlu mencari di tempat lain ketika ketenangan itu ada dalam diri saya sendiri. Ketika saya mengerti akan rumah, maka saya pun mengerti akan Tuhan.

Dalam doa sebelum tidur, atau doa di gereja, selalu banyak list dan tuntutan serta permintaan, seakan-akan tidak ada puasnya saya dengan apa yang ada, dan kecemasan saya semakin terlihat ketika semakin hari semakin panjang list dan tuntutan terhadap Tuhan. Saya seperti tambah bingung ketika banyak sekali yang saya inginkan, dan semakin kabur ketika saya semakin tidak mengerti apakah ini keinginan daging saya atau keinginan batin saya. Kebimbangan, kebingungan selalu ada dalam setiap doa.
Semua ini seperti dijawab , saya seperti ditempeleng oleh hembusan angin laut, ketika Sabtu itu, sehabis ziarah panjang, Pkl 05:00 pagi nampaklah sekelompok awan, yang membentuk malaikat, nampak jelas di hadapan saya, hanya bisa duduk terpaku, terdiam seribu bahasa, meyakinkan diri saya, bahwa tidak ada hal indah selain semua yang sudah dan sedang saya alami, datang, dan bisa hadir salam ziarah ini, pemandangan takjub ini, menyaksikan lukisan indah yang hanya terpampang di depan mata saya. Tidak lama, sekitaran 3 menit, tapi mampu merubah semua yang saya pikirkan, akan penghakiman, akan tuntutan, semua seakan lenyap, hilang, yang tertinggal hanya rasa syukur.

Tuhanku sederhana, se-sederhana saya mengucapkan doa saya. Tuhanku dekat sedekat saya memahami diri saya sendiri. Dan doa itu ,cukup hanya ucapan syukur dan terima kasih sudah melukiskan semua permintaan, list dan tuntutan.

Semoga semesta berbahagia
Gambar yang saya ambil ketika pagi ajaib itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar