Sabtu, 08 Agustus 2009

Menjaga Sabar


Hpppfff..dari judulnya,,,jujur sudah "mengerikan" buat saya, yang terkenal bukan manusia yang sabaran dan sangat mudah naik darah, walau saya bukan orang yang suka berantem. Saya selalu kagum kepada orang yang bisa selalu menahan diri dalam menghadapi sesuatu yang tidak enak atau telah menyakitkan tanpa pernah terpancing untuk membalas, atau setidaknya teriak-teriak marah, untuk melampiaskan emosi. Dan satu hal yang paling membuat saya sangat cepat terbakar adalah jika saya merasa sudah melakukan hal yang terbaik, namun tindakan ini seringkali dianggap sepele, apalagi sering diembel-embeli dengan tuduhan tanpa sebuah pejelasan atau kronologis. Dan ini seringkali sangat mengganggu hubungan sosial saya.

Keikhlasan. Kutipan dari awal story ini saya ambil dari http://www.jennyjusuf.blogspot.com/ , sangat tidak mudah untuk bersikap ikhlas, n'rimo, apalagi kultur lingkungan dan budaya saya dibesarkan merupakan sebuah kehidupan yang keras dan susah, sehingga tidak mudah bagi saya untuk bisa n'rimo. Apalagi jika saya menemukan situasi dimana " saya dimanfaatkan atau ditekan" untuk sebuah situasi yang sudah sangat saya paham akan maksud dan tujuan, saya akan bisa sangat terbakar dan sulit buat saya untuk mengontrol kesadaran saya. Akhir-akhir ini saya sering terjebak dalam situasi yang sungguh sangat memancing emosi, baik di kantor, hubungan dengan kekasih saya, juga hubungan dengan sahabat-sahabat saya. Hubungan emosi antara atasan dan bawahan, atau antara pria dan wanita yang menjalin cinta, atapun hubungan pertemanan, tidak selalu bisa "aman". Jika boleh memilih saya tentu akan lebih senang jika semua fase yang saya lewati adalah fase yang "aman", tanpa hiruk-pikuk dan kebisingan emosi. Ego sebagai wanita, ego sebagai atasan, ego sebagai kekasih yang sangat dicintai, ego sebagai teman yang paling dibutuhkan...semua seperti jamur, yang harus saya hilangkan, saya cabut sampai ke akar-akarnya, dibuang dan segera untuk dilupakan, dan dijaga jangan pernah kembali.
Dan anehnya..setelah sekian kejadian tersebut saya selalu bisa menegur hati dan pikiran saya tentang "ketidaksabaran" dimana berakar dari ketidak-ikhlasan saya sendiri. Saya selalu bisa mendapat signal untuk setiap ketidaksabaran setelah kesadaran saya kembali. Masih jauh dari "keseimbangan" raga. Menjaga hati untuk selalu tetap "putih" bukan perkara gampang, seperti membalikkan telapak tangan. Berkali-kali saya terjebak ke dalam peristiwa yang membawa saya kepada " hitamnya" hati. Pergumulan yang dari hari ke hari saya coba untuk selalu memenangkan nya. Kadang saya bisa menang tetapi seringkali juga saya kalah. Dan pergumulan ini akan terus dan terus sepanjang sisa hidup, dan semoga saya bisa lebih banyak menang.

Saya berproses, dan tentu saja bukan mau menjadi sempurna, tetapi mau menjadi lebih baik dari kemarin, dimana selalu bisa menerima dan bersyukur. Ikhlas dalam maaf, dan tidak mudah terpancing dan berusaha selalu dan senantiasa tulus. Konsep yang sederhana. Ketika keberanian dan ketulusan melebur.
Semoga.
Dedicated : Monsany Sahureka, become my husband, and Yudy Limandjaja, friend, yang selalu bisa jadi rumah untuk banyak hati, untuk kesabaran yang tiada duanya.

Semoga semesta berbahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar